Tumbuhlah
Tunas-tunas Bangsa
Pendidikan di Indonesia mengalami
perjuangan yang begitu sulit. Perjalanannya sungguh tidak mudah sebab bangsa
ini pada zaman pemerintahan Hindia Belanda tidak bisa mengenyam pendidikan
seperti sekarang ini. Bersyukurlah akhirnya perjuangan pahlawan untuk
memerdekakan pendidikan bisa kita rasakan sekarang, tapi tidak cukup sampai di
sini, pendidikan pun tidak melulu bisa dijadikan wadah mengembangkan potensi
yang ada pada siswa. Sering kali siswa hanya terbebani dan tidak bisa mencari
jati dirinya. Selain itu, pendidikan pun sebagai tombak utama untuk memajukan
bangsa. Harapan tentu ada, tinggal merealisasikan pemikiran-pemikiran para
pahlawan pendidikan kala itu.
Pendidikan yang baik seharusnya
berorientasi pada siswa berdasarkan landasan psikologis dan sosiologis agar
pembelajaran mencapai tujuan. Pembelajaran pun bisa dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Jangan sampai pembelajaran hanya menjadi sebuah
beban dalam hidupnya. Jika pembelajaran bermakna, besar kemungkinan mereka akan
lebih termotivasi dalam belajar. Kita boleh saja mengadaptasi pembelajaran dari
luar, akan tetapi tidak boleh diterima begitu saja apalagi jika sampai
melupakan kekayaan budaya yang dimiliki.
Guru berperan penting dalam
perkembangan pendidikan sehingga harus bisa relevan dengan perkembangan zaman. Tidak
perlu mereka didik sepeti pada zaman kita. Maka didiklah anak-anak kita sesuai
tuntunan alam dan perkembangan zamannya. Dengan demikian pendidikan akan terus
bertumbuh seusai perkembangan zaman. Guru
tidak perlu khawatir justru harus membiasakan diri dengan segala perubahan. Selain
itu, guru pun bertugas sebagai among yang mendampingi mereka menemukan dan
mengembangkan potensi yang mereka miliki. Lalu jika mereka bisa merdeka dalam
belajar, maka kehidupan mereka pun akan mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
Perjuangan
pendidikan di Indonesia tidaklah mudah. Tanpa perjuangan tokoh-tokoh pendidikan
mungkin kita tidak bisa merasakan kebaikan dari pendidikan. Walaupun pada kenyataannya
masih banyak bangsa Indonesia yang belum merasakan pendidikan. Padahal menurut
Ki Hajar Dewantara, pendidikan menaburkan benih-benih kebudayaan yang ada pada
masyarakat sebagai instrumen peradaban. Apabila pendidikan tidak diperjuangkan,
maka negeri ini pasti kian terpuruk. Oleh karena itu, guru sebagai tombak utama
dalam sebuah pendidikan akan memberi peranan yang dapat membimbing siswa untuk
menjadi seseorang yang memaknai pentingnya pendidikan untuk kehidupan.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara tentu
tidaklah mudah sehingga semangat juang untuk pendidikan harus kita lanjutkan. Pada
masa itu Ki Hajar mendirikan Taman Siswa yang memiliki prinsip; Ing Ngarsa Sung
Tulada (di depan memberi contoh), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah memberi
semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan). Prinsip inilah
yang harus dipegang teguh oleh seorang guru guna memberikan pembelajaran yang
bermakna. Jika pendidikan di Indonesia dapat berkembang maka tidak menutup
kemungkinan kita akan menjadi bangsa merdeka yang sebenarnya.
Selain Ki Hajar, ada tokoh lain yang
memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Tokoh ini menyuarakan hal-hal yang
berkaitan dengan hak perempuan di Indonesia kala masa penjajahan. Dia adalah R.A
Kartini, pejuang wanita untuk menggapai kebebasan dalam pendidikan. Gadis-gadis
Indonesia saat itu masih terikat oleh adat istiadat lama dan hanya sedikit
memperoleh kebahagiaan dari kemajuan pengajaran. Kala itu, hanya untuk keluar rumah dan
mendapat pelajaran di sekolah dianggap melanggar adat istiadat. Mereka pun
tidak boleh keluar rumah jika tidak didampingi suami.
Pada masa penjajahan perempuan
cenderung berada di wilayah domestik bahkan hanya disebut perabot dapur. Awalnya
perempuan hanya diberi pendidikan perihal rumah tangga. Atas dasar keresahan
inilah Kartini mulai menggagas ide-idenya untuk memperjuangkan pendidikan di
Indonesia. Tujuan utama untuk perjuangan ini bukan untuk menyaingi laki-laki
justru dengan adanya pendidikan untuk perempuan, diharapkan membantu memberikan
kontribusi bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Kartini merasa bahwa perempuan
pun memiliki andil besar dalam peradaban dan kemajuan bangsa. Pada tahun 1903,
Kartini mendirikan sekolah di Jepara. Lalu materi yang diajarkan adalah
membaca, menulis, menghitung, pendidikan budi pekerti, dan keterampilan.
Pada tahun 1911 buku
tentang harapan dan keresahan Kartini akan situasi pendidikan perempuan yang
tidak setara dengan laki-laki di terbitkan oleh J.H. Abendanun dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang ( Door
Duisternis Tot Light). Buku itu diterbitkan setelah beliau wafat. Lalu pada
tahun berikutnya, sekolah Kartini dibuka kembali bahkan tersebar di berbagai
daerah. Hasil perjuangannya itu, dapat kita rasakan hingga detik ini. Perempuan
dapat kesetaraan dalam hak pendidikan, membuka lebar kesempatan perempuan untuk
berkarir dan berkarya, dan membangkitkan kualitas hidup perempuan di Indonesia.
Selain dua tokoh yang sudah dibahas, ada tokoh lain yang memili semangat memperjuangkan pendidikan Indonesia yaitu Boedi Oetomo. Boedi Oetomo merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA seperti yang telah disebutkan tadi. Boedi Oteomo didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan, serta tidak bersifat politik. Berdirinya Boedi Oetomo tidak terlepas dari peran dr. Wahidin Sudirohusodo, alumni STOVIA. Wahidin sebelumnya bertemu dengan dr. Sutomo dan Suraji untuk mengemukakan ide-idenya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Setelah pertemuan tersebut dr. Sutomo pun mengadakan pertemuan secara
nonformal dengan pelajar-pelajar STOVIA untuk membahas berdirinya organisasi
yang bersifat nasional. Pertemuan itu pun membuahkan hasil yang positif, yaitu
lahirnya “Perkumpulan Boedi Oetomo”.
Boedi Oetomo selaku organisasi pelajar ini secara samar-samar
merumuskan tujuannya untuk kemajuan Tanah Air, di mana jangkauan geraknya yang
semula hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura, kemudian diperluas untuk
masyarakat Tanah Air seluruhnya dengan tidak memerhatikan perbedaan keturunan,
jenis kelamin, dan juga agama.
Boedi Oetomo tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya adalah pendidikan dan kebudayaan.Karena hanya bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan, beberapa anggotanya seperti dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) keluar dari Boedi Oetomo sebab menginginkan gerakan yang lebih militan dan langsung bergerak dalam bidang politik.Namun, Boedi Oetomo tetap berpegang teguh pada prinsipnya untuk berjuang di bidang sosial-budaya dan pendidikan. “Biar lambat asal selamat daripada hidup sebentar mati tanpa bekas”, itulah semboyan Boedi Oetomo yang menggunakan filsafat Pohon Beringin. Meski tumbuhnya lambat, semakin lama semakin besar, kokoh, dan rindang.
Semoga kita sebagai tunas-tunas bangsa dapat tumbuh dan berkembang sesuai kodrat untuk benar-benar merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Selain itu, pendidikan diharapkan menjadi tempat untuk menumbuhkan peradaban masyarakat di Indoensia. Semangat juang mereka perlu kita lanjutkan untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Perubahan dapat diraih dengan pendidikan. Maka dari itu, pendidikan harus relevan dengan perkembangan zaman agar mampu maju lebih baik.